Selasa, 21 April 2009

PENGANTAR KATA MAAF

Pojok Semanggi, 17 April 2009



Kesabaran tak mengenal usia. Begitupun dengan sebuah sikap penghormatan, tak ada benteng pemisah guna membedakan ukuran penghormatan itu sendiri. Disadari betul bahwa seorang yang terlahir sebagai perempuan biasa seperti saya ini, memang miskin kreativitas dan miskin produktivitas. Tak banyak dan bahkan tak ada sama sekali kontribusi saya terhadap dunia, baik makna dunia secara real ataupun dunia romantisme. Seorang ND amat sangat layak hidup menyendiri dan diasingkan. Kesendirian atas dasar sebuah kesadaran baru, kesadaran akan segala kekurangan yang dimiliki. Tentu tak layak berbagi……
Banyak manusia yang gila akan rasa hormat, tapi tak dengan TUAN. Dengan amat tekun, telaten, dan penuh kesabaran, tangan TUAN tak lelah menuntun jalan pikiran dan hidup saya. Dengan tulus TUAN selalu menebar kasih sayang yag berlebih pada saya. Betul-betul dari nol TUAN merawat, mengayomi dan mengajari saya tentang arti perjuangan hidup. Itulah TUANKU……
Bagi saya amat tak mudah menjadi seorang yang dikategorikan baik, berarti, dan berbudi luhur. Butuh pengorbanan dan kerendaha atas diri yang berlebih. Sebuah tantangan yang terdengar mudah, tapi teramat sulit tuk dijalani. Tak ada yang salah dengan aturan hidup, tak ada yang salah dengan metode TUANKU, yang salah pastilah saya. Sosok perempuan stupid, angkuh, congkak dengan sikap sejuta kekurang ajaran dan miskin rasa hormat terhadap orang yang lebih tua.
Bingung harus melarikan diri ke mana. Tentunya jauh dari peradaban manusia bumi, lagi-lagi karena saya memang tak layak berbagi.
Hari ini sudah kumulai dengan sikap menghinadina TUANKU. Dengan amat tak beradab saya telah menghajar TUAN dengan serbuan kata-kata kasar. Saya gagal, TUANpun gagal dalam hal yang satu ini. Maafkan saaya TUANKU.
Saya lelah menjadi seorang perempuan yang menyandang predikat PARASIT dalam kehidupan TUAN. Saya malu……hanya membuat TUAN dan saya terluka. Tak ada setengguk kenikmatan untuk TUAN. Atau karena vibrasi dari sikap memanjakan saya, sehingga dengan mudah dan beraninya melukai TUAN tanpa diakhiri dengan untaian kata maaf.
MAAF saya dari jejauhan teruntuk TUAN yang tak lelah membina saya menjadi seseorang yang diangankan mampu berarti, tapi tak bisa. Haruskah dibinasakan oleh TUANKU sendiiri?????