Selasa, 24 Maret 2009

“Jamrud Khatulistiwa, 2050 Tinggal Dongeng”


Adalah keajaiban sebatang pohon yang mengendalikan deras hujan dan panas matahari di muka bumi ini. Dialah sang pemberi banyak kesempatan seluruh jenis makhluk hidup untuk bernapas, berlindung sekaligus menjadi sumber makanan.

Hutan pun kembali menjadi sorotan juga harapan. Mampukah pepohonan dan hutan menyelamatkan dunia dari gejala perubahan iklim yang mendunia? Padahal dengan kekuatan akar dan daun yang lebat diyakini banyak memberikan kontribusi untuk dunia. Keajaiban tersebut mampu mengantarkannya menjadi jantung dunia, dengan kemampuannya menyerap gas-gas beracun dari peredaran udara yang dihirup seluruh makhluk hidup.

Perubahan iklim yang semakin meluas tersebut tampaknya mulai menggugah kesadaran manusia untuk berpikir bagaimana caranya menyelamatkan bumi ini. Langkah awalyang diambil oleh perkumpulan bangsa-bangsa yang peduli dengan perubahan iklim secara global adalah dengan menyelenggarakan Perjanjian Protocol Kyoto, yaitu kesepakatan untuk mengurangi emisi gas karbon di berbagai Negara maju dan industri. Kesepakatan ini didukung lebih dari 190 negara yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali.

Tak mudah menggugah kesadaran dunia. Realitas yang terjadi yaitu banyak pembalakan liar hutan yang disengaja dengan tujuan perdagangan kayu illegal dan lahan untuk dijadikan bisnis yang dapt meraup keuntungan melimpah ruah, ironis memang. Dalam hal ini, lagi-lagi human error yang menguasai peran.

Indonesia dengan kekayaan hutan tropisnya tersebut, dijuluki jamrud khatulistiwa sekaligus surga dunia dengan hamparan hijau terbentang luas menjadi suatu kekayaan alam yang patut dibanggakan. Akan tetapi sepertinya semua itu tinggal dongeng dan menjadi jejak sejarah. Hutan kini menjadi gundul dan rentan erosi. Dapat dihitung berapa banyak hutan yang masih ada d Indonesia saat ini selain hutan lindung. Sungguh Tuhan bersedih melihat ciptaan-Nya dibumi hanguskan oleh makhluk ciptaan lain-Nya (manusia).

Akibat dari ulah tangan manusia tersebut, suhu udara pun kian menyengat membakar kulit seluruh makhluk hidup. Puncaknya, manusia mulai terbangun jiwa kepedulian akan hutan gundul dan pembalakan liar pasca bencana banjir datang secara sporadis baik di pedesaan maupun perkotaan. Karena kejahatan ego manusialah yang mengantarkan bumi kita tercinta menuju kiamat sugro (kiamat ringan). Layaknya peta demokrasi, dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia pula semua kembali.

Hanya dalam waktu yang terbilang singkat, wilayah hijau tenggelam dengan hadirnya perumahan, ruko, dan gedung-gedung pencakar langit, hingga tak ada lagi ruang kosong untuk bernapas. Entah akan dibawa ke mana negeri kita ini. Masih adakah jamrud khatulistiwa di masa mendatang, ketika ank cucu kita terlahir dan beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas dan mengalami perubahan yang signifikan?

Nusa Dua Bali seolah menjadi saksi bisu hilangnya negeri hijau secara perlahan, yang dahulu menjadi incaran negara-negara asing untuk kembali menjajah tanah air Indonesia, justru berbalik menjadi sisa-sisa kekayaan yang patut dirawat dan dilestarikan secara bergotong-royong. Butuh ratusan tahun lamanya untuk menghidupkan kembali hutan tropis di Indonesia, memang tidak seimbang ketika manusia merusaknya dalam hitungan waktu yang terbilang singkat. (save our forest!!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar